My Experience - Food Combining VS Autoimmune

Berhubung banyaknya orang yang penasaran kenapa diusia yang masih terbilang muda (20 Tahun), kok saya udah menjalankan Food Combining? Tidak jarang pujian-pujian dilontarkan kepada saya seperti : "Wah hebat! Menantu gue aja bandel banget disuruh FC, kok anak semuda anda mau yah?".

Tentunya selalu ada alasan mengapa di usia yang sedemikian muda, saya telah menetapkan sebuah pola makan yang bernama Food Combining ini. Agak aneh rasanya melihat seorang Mahasiswa (Sekarang Semester 6), udah mikirin soal 'jaga makan'. Padahal justru di usia sekarang-sekarang ini harusnya makan lagi ngaco-ngaconya (Mumpung masih anak muda)

Semua bermula kira-kira 4 tahun yang lalu, dimana saya masih menjadi seorang siswa SMA di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Saya juga gak inget persis kapan waktu pertama kejadiannya.

Suatu hari, saya merasa bahwa ada rasa gatal dibagian kepala saya. Awalnya sebenarnya hanya muncul sekali-sekali dan tidak terlalu menganggu aktivitas saya sehari-hari. Namun seiring dengan berkembangnya waktu, lama-kelamaan rasa gatal tersebut makin parah dan diiringi bagian kulit kepala yang mengelupas.

Meskipun terasa sangat menganggu, saya memilih untuk diam saja (Tidak melaporkan ke siapapun) dikarenakan kondisi ekonomi yang cukup sulit pada waktu itu. Sebab saya yakin, jika harus pergi ke dokter, tentunya akan menelan biaya yang tidak sedikit. Sehingga saya memilih untuk tetap diam dan menanggung ini sendirian.

Namun, sekuat apapun saya menahan, akhirnya ada satu titik dimana saya menyerah. Rasa gatal yang semula hanya sedikit-sedikit, kini berubah menjadi sebuah gatal yang luar biasa, terutama pada saat malam hari menjelang tidur. Terpaksa sayapun secara otomatis menggaruk-garuk karena tidak tahan, dan akhirnya kulit bagian kepala saya menjadi lecet dan berdarah.

Pada waktu inilah, akhirnya saya berbicara kepada pihak keluarga, dan menceritakan mengenai sebuah penyakit yang saya alami ada saat ini. Selain sudah tidak tahan lagi, sayapun telah memiliki sedikit tabungan uang yang saya simpan untuk berobat. (Saya telah mulai bekerja di usia 16 Tahun, tepat 1 minggu setelah selesai Ujian Nasional SMA).

Singkat cerita, sayapun pergi ke sebuah Rumah Sakit di daerah Jakarta Pusat (Tidak perlu sebut nama), dan diperiksa oleh dokter yang ada disana. Setelah cukup shock melihat kondisi kulit kepala saya (Kondisinya ampir seluruh kepala merah, akibat digaruk dan lecet), akhirnya beliau memberikan sebuah obat untuk saya minum, dan meminta saya kembali minggu depan.

Sepulang dari RS itu, saya pun meminum obat yang diberikan. Lucunya, meskipun telah meminum obat tersebut, kesehatan saya tidak pernah membaik, hingga akhirnya seminggu kemudian saya kembali ke RS tersebut dan menemui dokter tersebut. Saya lupa persis berapa biaya yang saya keluarkan sekali datang ke RS, kurang lebih sekitar (150rb - 200rb).

Berhubung kondisi yang tidak membaik, dokter tersebut yang baru saya ketahui kemudian ternyata dokter yang baru lulus, memanggil dokter yang terbilang cukup senior di RS tersebut.

Akhirnya sayapun diperiksa oleh dokter senior (bergelar Doktor dan Profesor), hanya dalam hitungan menit akhirnya dokter tersebut mengatakan bahwa ada 2 kemungkinan penyakit yang saya derita ini. Berhubung namanya super asing ditelinga saya (bahasa latin), saya pun akhirnya lupa apa namanya, yang penting dibuatkan sebuah resep obat yang harus saya tebus. Saya mengeluarkan biaya lagi kurang lebih sebesar (150-200rb)

Ternyata, setelah meminum obat yang diresepkan oleh dokter tersebut, kesehatan saya masih tidak kunjung membaik. Boro-boro sembuh, kesehatan sehari-hari saya memburuk terus. Dan saya masih ingat, TIDAK ADA dokter yang menanyakan saya mengenai makanan dan minuman apa yang saya makan sehari-hari. (Jadi ingat pengalaman Marilyn Diamond pada saat dia bertemu Harvey Diamond).

Setelah itu, sayapun merasa tidak ada lagi harapan untuk sembuh. Setiap hari berlalu, kesehatan terus memburuk. Gatal yang semula muncul hanya di bagian kepala, kiri mulai merambat di bagian pipi, dan bagian-bagian tubuh lainnya.

Hingga akhirnya, saya mendapatkan sebuah saran untuk datang ke sebuah klinik dokter yang sangat-sangat senior, spesialis dibidang kulit di kawasan Jakarta Pusat. Awalnya saya sempat ragu, mengingat harga yang pastinya cukup mahal untuk dapat konsultasi kepada dokter spesialis. Setelah mendengar biaya konsultasi yang tidak terlalu mahal (100/150rb), saya memutuskan untuk pergi kesana.

Sesampainya di klinik tersebut, saya akhirnya masuk dan diperiksa oleh dokter tersebut. Bermodalkan segudang pengalaman dan sebuah kaca pembesar, beliau langsung menyebutkan penyakit apa yang saya derita.

Berikut ini adalah gambaran percakapan yang terjadi antara kami:

Dokter: Anda menderita penyakit Seborrheic Dermatitis.

Saya: Itu penyebabnya apa yah dok?

Dokter: Bisa karena jamur, bisa karena stress, bisa juga karena keturunan. Mungkin saja neneknya kakek kamu atau atas-atasnya lagi juga menderita penyakit ini.

Saya: Oh, oke. Lalu saya harus gimana ya dok?

Dokter: Saya akan resepkan sebuah obat minum dan juga sebuah salep, shampoo, nanti kamu tebus sendiri di apotik. Nanti akan hilang penyakitnya, kalo nongol lagi, lalu kasih salep lagi.

Saya: Ehmm (Kuatir harga obat mahal), lalu sembuhnya gimana yah dok?

Dokter: Tidak bisa sembuh. Mulai besok jangan makan makanan yang mengandung telur.


Setelah lemas pada saat membayar obat, (Habis kira-kira 600-700rb), saya pun akhirnya duduk termenung sendirian pada malam itu. I still remember that moment very clearly until now. Perasaan saya pun terasa seperti teraduk-aduk, entah harus senang karena bisa menemukan obat yang tepat, atau sedih karena harus mengeluarkan biaya untuk obat saya. Namun ditengah-tengah stress, saya mendadak menjadi kesal dan akhirnya emosi luar biasa.

1. Marah kepada orangtua.

Saya masih ingat jelas, momen itu, dimana saya menatap wajah ayah saya dengan mata berkaca-kaca, lalu menjelaskan bahwa penyakit ini adalah dari keturunan. Saya marah sekali dan mengatakan bahwa "Mungkin neneknya kakek atau sodara-sodara lain punya penyakit ini, akhirnya saya terjangkit". 

2. Marah kepada Tuhan.

Ditengah rasa depresi yang sedemikian besar, saya pun akhirnya menyalahkan Tuhan atas penyakit yang saya derita. Saya menangis-nangis sambil berdoa kepada Tuhan, minta kesembuhan untuk saya. Dan saya mengatakan "Jika Tuhan memberikan saya kesembuhan atas penyakit ini, saya akan menjadi orang yang membantu orang lain, yang juga memiliki permasalahan yang serupa". Sampai hari ini, saya masih ingat jelas sekali kejadian waktu itu.

Seminggu setelah kejadian tersebut, terjadi sebuah kejadian yang tidak mampu saya percaya. Penyakitnya HILANG TOTAL! IT WORKS! I mean the medicine.

Selama kurang lebih sebulan, saya menjalani hidup dengan sangat gembira. Berbekal sebuah obat, penyakit yang saya derita akhirnya dapat pergi dari tubuh saya. Semua berjalan dengan sangat baik, sampai suatu hari dimana obat tersebut habis.

Selepas dari saya menggunakan obat tersebut, kurang dari 2 hari, penyakit itu akhirnya kembali. Secara terpaksa saya harus menguras kocek sebesar (Rp. 500.000) demi mendapatkan obat yang bisa menyembuhkan penyakit saya itu. Berhubung telah memiliki gaji, akhirnya sayapun membeli obat tersebut.

Sebulan, Dua Bulan, Tiga Bulan, dalam setiap bulannya, saya harus menyisihkan gaji saya setiap bulan sebesar Rp. 500.000 demi mendapatkan obat yang menjadi ketergantungan saya itu.

Singkat cerita, saya akhirnya menjadi stress karena terus memikirkan mengenai biaya obat yang harus saya konsumsi seumur hidup saya (Penyakitnya dibilang gak bisa sembuh). Telat menggunakan obat sedikit saja, penyakit itu akan kembali lagi. Sehingga saya menjadi budak obat, terus-terusan saja membeli dan menggunakan obat tersebut.

Akhirnya saya tiba di kondisi yang jenuh luar biasa. Entah kesambet angin darimana, tiba-tiba kakak saya, memberikan saya sebuah buku karangan Erikar Lebang yang berjudul "Mitos dan Fakta Seputar Kesehatan". Saya pikir yah iseng ajalah baca-baca, toh gak ada ruginya juga.

Didalam buku tersebut, mata saya seolah yang tadinya buta, kini menjadi melek berkat isi-isi yang ada didalam buku tersebut. Saya menemukan penjelasan mengapa bubur itu buruk? mengapa minum teh dan kopi itu buruk? mengapa susu sapi itu bahaya untuk dikonsumsi? dsb.

Berbekal gaya bahasa yang mudah untuk dimengerti, sayapun akhirnya mulai sedikit-demi sedikit merubah pola makan saya. Kebiasaan meneguk teh berliter-liter setiap hari (bahkan minum obat aja pake teh), kopi bergelas-gelas, susu berliter-liter pun berubah sebisa mungkin minum hanya eksklusif air putih. Pola makan yang dulunya ngaco bukan main, kini mulai berubah mengikuti Food Combining.

Hari demi hari, saya mulai merasakan perubahan kesehatan dalam diri saya. Meskiun belom sembuh secara total, tapi mulai muncul sebuah titik terang yang sebelumnya tidak pernah ada. Saya ingat, pada waktu itu, saya berlutut meminta maaf kepada Tuhan, setelah menyadari bahwa penyakit-penyakit itu sebenarnya bukan sekedar "Ujian" maupun "Cobaan" dari Tuhan, tapi merupakan akumulasi kebiasaan hidup yang buruk.

Satu hal juga yang sangat saya senangi dari buku-buku beliau. Dia sering sekali mengambil quote-quote maupun sumber-sumber dari Dokter maupun ahli kesehatan dunia. Dari beliau, saya baru mengenal nama-nama seperti, Dr. Tan Shot Yen, Dr. Hiromi Shinya, Dr. Fereydoon Batmanghelidj, Kathryn Marsden, Harvey and Marilyn Diamond, dsb.

Saya pun akhirnya menyelidiki nama-nama yang ada dibuku beliau, dan kemudian membeli buku-buku dari semua nama diatas. Sedikit demi sedikit, dunia kesehatan yang sebelumnya gelap untuk saya, berubah menjadi familiar untuk saya.

Akan tetapi dari sekian banyak nama diatas, tanpa mengurangi rasa hormat saya, ada 1 nama penting yang paling berpengaruh bagi saya. Beliau adalah Hiromi Shinya. Melalui buku-buku beliau, saya menemukan pencerahan dan penjelasan seputar kesehatan dengan bahasa yang mudah untuk orang awam sekalipun.

Didalam salah satu bukunya, saya lupa persisnya yang mana tapi kayaknya Miracle of Enzym. Saya membaca sebuah kalimat yang memberikan saya sebuah titik terang untuk menyembuhkan penyakit saya.

"Jika anda menderita penyakit dibawah ini, xxxx. xxxx, xxxx, xxxx) (Penyakit Autoimun), dapat dipastikan bahwa anda kekurangan Enzim!)". Di list penyakuit tersebut, ada tertulis penyakit saya!

Setelah saya membaca kalimat itu, barulah saya mempelajari secara dalam mengenai apa itu enzim, mengapa penyakit seperti autoimun bisa muncul, dan yang paling penting, yang tidak pernah mampu dijawab oleh para dokter: bagaimana cara menyembuhkannya. 

Sambil memegang buku tersebut, saya berdoa sekali lagi kepada Tuhan, memohon pertolongannya, jika memang ini adalah kebenaran, saya akan membantu orang lain yang juga menderita penyakit serupa. 

Saya mulai melakukan Food Combining dengan baik, saya yang dulu orang yang tidak pernah makan sayur (sampai SMA), berubah mendadak menjadi kambing. (Mirip anekdot yang dipost mbak Weni).

Setelah melakukannya berbulan-bulan, saya terbangun disuatu malam. Lalu mulai berpikir, karena merasa ada yang aneh pada tubuh saya. "Sejak kapan yah gue gak pernah kebangun malem-malem buat garukin kepala karena gatel yang gak waras itu? Gatelnya itu kayak mau nyayat pake pisau ato silet. Sejak kapan yah gue udah enak menjalani hidup padahal gak pernah minum obat lagi?"

Malam hari itu, akhirnya saya berlutut dan juga berdoa kepada Tuhan. Meminta maaf atas tuduhan-tuduhan penyakit yang dulu sempat saya katakan. Sujud-sujud minta ampun, dan berjanji akan berguna bagi orang lain. Berlutut sampe kepala menyentuh lantai, karena saking merasa bersalah, kalo dulu sempet ngotot, padahal penyakit itu muncul dari gaya hidup buruk yang saya buat sendiri.

Hingga saat ini, saya tidak pernah meminum obat itu lagih! Duit yang dulu buat beli obat sekarang bisa dipake buat yang lain, laptop yang sedang saya pake semisal :p

Terkadang, rasa gatal tersebut memang masih muncul, tapi cuma kalo lagi makan ngaco alias cheating. Kalo dulu jadi beban luar biasa, sekarang jadi semacam'alarm' untuk mengingatkan saya bahwa udah masukin makanan yang buruk ke tubuh. Mengutip kata Dr. Tan yang mengatakan "Pusing, Migrain, Sakit Kepala, actually it just an alarm. Tubuh mu mau bilang "Hey, ada yang gak beres sama badanmu".

Seorang tokoh yang paling berperan buat saya dalam kesehatan saya, Mas Erikar Lebang! Tidak pernah cukup rasanya untuk mengucapkan terima kasih. Seseorang yang sungguh luar biasa, guru, suhu, mentor, yang sangat-sangat saya hormati. 

Sebagai penutup, saya bukanlah seorang pakar penyakit autoimun.  Namun percayalah, bahwa penyakit bisa dikontrol lewat makanan. Pelajari mengapa penyakit tersebut bisa muncul, lalu hilangkan penyebabnya! secara otomatis penyakitnya akan hilang.

Penyakit-penyakit yang diklaim gak bisa sembuh, that's true! Jelas aja gak bisa sembuh, wong penyebabnya gak pernah diberesin? 

Sekian share dari saya, "Control your health with your Food not with your Medicine!"



Dino Sugirun

Administrator FCI

Comments

  1. Sspertinya saya jg menderita autoimun, semoga saya bisa sembuh

    ReplyDelete
  2. Bermanfaat sekali mas, saya juga FC tapi belom bener, sekarang badan mulai protes dan saya nyesel luar biasa. Mulai rutin FC yang bener lagi hari ini

    ReplyDelete
  3. Mas sya jg kena autoimun nih udah berpuluh2 tahun dan sekarang lg parah2nya. Belum pernah separah ini sebelumnya. Baru2 ini baca ttg FC dan ini batu hari kedua saya coba terapkan FC. Barangkli mas ada tambhan makan2 yg baiknya djauhi atau FC spt apa yg bgus utk penderita autoimun? Dtunggu balasannya yah mas.. terima kasih

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Post

6 ciri-ciri pertobatan yang sejati

Food Combining Changed My Life